PIDATO

DISAMPAIKAN PADA PENGUKUHAN JABATAN GURU BESAR DALAM BIDANG AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK PADA UNIVERSITAS CENDERAWASIH DI JAYAPURA PADA

HARI KAMIS, TANGGAL 20 MEI 2021

 

OLEH PROF. DR. DRS. AGUSTINUS SALLE, M.Ec

 

 

Syaloom, selamat siang. Apa kabar? Semoga kita semua berada tetap dalam keadaan sehat.

·        Yang saya hormati Bapak Rektor Universitas Cenderawasih

·        Yang saya hormati Dewan Guru Besar dan Senat Universitas Cenderawasih

·        Yang saya hormati Gubernur dan Muspida Provinsi Papua atau yang mewakili

·        Yang saya hormati Gubernur Provinsi Papua Barat atau yang mewakili

·        Yang saya hormati para Dekan, dan Wakil Dekan

·        Yang saya hormati Direktur dan Wakil Direktur Program Pasca Sarjana

·        Yang saya hormati Ketua Program Studi Doktor dan Magister

·        Yang saya hormati Para Dosen dan sivitas akademika

·        Yang saya kasihi Para Mahasiswa Universitas Cenderawasih

·        Para tamu undangan, rekan sejawat, kawan seprofesi, dan seluruh keluarga yang berbahagia.

 

Sebelum lanjut dengan pidato ini, saya ingin menyampaikan selamat Idhulfitri, 1442 H. Mohon maaf lahir dan bathin. 

 

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadapan Allah Sang Pengasih yang telah menjaga hidup kita dan terus memberi kekuatan dan kesehatan sehingga dapat hadir dalam acara Sidang Senat Terbuka Universitas Cenderawasih untuk Pengukuhan tiga orang Guru Besar.

 

Mengawali pidato ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor dan Senat Universitas Cenderawasih yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Ilmu Akuntansi Sektor Publik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih.

 

Pidato yang sampaikan ini berjudul:  Akuntabilitas Keuangan Dana Otonomi Khusus Papua: Instrumen Penganggaran.

Bapak Rektor dan Anggota Senat yang saya hormati,

Mengantar pidato ini, saya ingin menjelaskan latar belakang pemilihan judul dan ruang lingkup bahasan. Tentang latar belakang, ingin saya sampaikan bahwa pengelolaan dana Otonomi Khusus Papua telah menarik banyak perhatian publik sejak ditransfer pertama kali pada tahun 2002. Diskusi perihal dana OTSUS mulai menarik banyak perhatian publik pada periode pertama, yaitu tahun 2002 sampai 2021, dan diperkirakan isu yang sama akan berlanjut ke periode kedua, tahun 2022 sampai 2041[i].

Tentang ruang lingkup, pidato ini saya batasi pada hasil pengamatan transfer dana OTSUS periode pertama, dan memberi penilaian untuk perbaikan akuntabilitas keuangan dengan penekanan pada tahap penganggaran.

Hadirin yang saya muliakan

Pengaturan transfer dana OTSUS Papua ditetapkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pasal tersebut mengatur dua jenis dana yang ditransfer ke Provinsi Papua, yaitu dana yang besarnya dihitung setara 2 (dua) persen dari Dana Alokasi Umum Nasional (DAU), yang dikenal sebagai Dana Otonomi Khusus (DOK) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI). Kedua jenis dana ini ditransfer dalam skema Block Grant, artinya pengelolaan dana sepenuhnya diserahkan kepada Provinsi Papua. Pengawasan tetap dilakukan secara terbatas oleh Pemerintah Pusat.

Sejak pemekaran Provinsi Papua Barat, pada tahun 2008, Pemerintah membagi dana DOK, yaitu 70 persen untuk Provinsi Papua dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat. Dana Tambahan Infrastruktur dibagikan Pemerintah Pusat sesuai kebutuhan pembangunan infrastruktur di kedua provinsi ini.

Dari data Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua, total penerimaan dana OTSUS yang ditransfer untuk kedua provinsi ini, selama periode tahun 2002 sampai 2021 sebesar Rp.138,65 triliun. Khusus untuk Provinsi Papua total dana OTSUS yang ditransfer sebesar Rp.100,88 triliun, terdiri dari DOK Rp.76,58 triliun atau 76 persen dan Dana Tambahan Infrastruktur sebesar Rp.24,61 triliun atau 24 persen (Tabel 1).

Bila diperhatikan, penerimaan dari sumber OTSUS menyumbang[ii] sekitar 65 persen dalam total pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Papua, sedangkan dalam APBD kabupaten/kota, sumber OTSUS menyumbang antara 12 sampai 15 persen.

Rektor dan Anggota Senat yang saya hormati,

Akuntabilitas keuangan, sebagai terjemahan dari financial accountability, sudah mendapat banyak perhatian peneliti dan pembuat kebijakan publik. Fokus perhatian peneliti dalam studi akuntabilitas keuangan ialah pada aspek kualitas pengelolaan uang publik, yaitu bagaimana dana publik dikelola oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah1–3. Di sisi lain pembuat kebijakan publik yang berada pada tataran regulasi, mengatur bagaimana pengelolaan keuangan publik agar bermanfaat, efektif, efisien, transparan, partisipatif, taat aturan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dari pengantar singkat tentang akuntabilitas keuangan di atas, saya mengajak hadirin untuk menganalisis akuntabilitas keuangan Dana OTSUS Papua, dengan menggunakan instrumen anggaran (budgeting). Instrumen anggaran merupakan salah satu dari tiga instrumen akuntabilitas keuangan1,4. Dua instrumen lainnya adalah akuntansi (accounting), dan pemeriksaan (auditing).

Saya mengajak hadirin fokus pada instrumen penganggaran, karena dua alasan. Alasan pertama, karena alokasi dan penggunaan dana ditetapkan pada tahap penganggaran. Kesalahan dalam mengalokasikan dana dapat berdampak negatif dalam keseluruhan kinerja pemerintah daerah. Bila proses anggaran bermasalah, dapat dipastikan keluaran atau output, hasil atau outcome, serta dampak atau impact tidak dikenali dan dirasakan masyarakat. Alasan kedua, sejumlah hasil penelitian telah menjelaskan bahwa proses penganggaran potensil menimbulkan masalah keagenan dan moral hazard5–7, dimana pejabat publik menemukan banyak peluang untuk tindakan fraud yang kemudian dieksekusi pada fase pelaksanaan anggaran8. Penganggaran yang bermasalah antara lain dapat dikenali pada kurangnya respons terhadap kebutuhan warga, rendahnya partisipasi, kurangnya transparansi publik dan pemborosan6,8.

Para Anggota Senat yang saya hormati,

Dokumen anggaran atau APBD terdiri atas dua sisi: sisi penerimaan yang memuat target pendapatan dan sisi pengeluaran yang mencatat target belanja. Pada sisi penerimaan tercatat semua jenis pendapatan, termasuk penerimaan transfer dari sumber OTSUS. Pada sisi pengeluaran tercatat alokasi atau penggunaan dana OTSUS.

Pada sisi penerimaan, tercantum besaran transfer Dana OTSUS yang diterima dalam skema block grant.  Dalam skema block grant, Provinsi Papua menerima transfer dana yang pengelolaan dan pertanggungjawaban sepenuhnya berada dalam kuasa Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Dalam pelaksanaannya, skema block grant ini mencatat dua masalah. Pertama, dengan kurangnya pengawasan Pemerintah Pusat menyebabkan proses pembagian dan pengalokasian dana untuk program dan kegiatan OTSUS kurang efektif. Kedua, dominasi Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam pengelolaan dana OTSUS menciptakan kurangnya partisipasi dan komunikasi antara Pemerintah Provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, hal mana berakibat pada beda pendapat tentang pengelolaan dana OTSUS. Skema Block Grant ini perlu ditinjau kembali dalam fase kedua transfer Dana OTSUS - misalnya dengan menggabungkan skema Matching Grant yang dikenal dalam transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) dan skema Block Grant yang sudah berjalan.

Para Anggota Senat yang saya hormati,

Sisi belanja atau penggunaan dana OTSUS banyak mendapat sorotan publik. Kita sering mendengar berita media yang bernada sinis tentang uang itu, seperti “kami tidak menikmati dana itu” atau “dana itu hanya dikorupsi pejabat”. Pemberitaan media seperti ini merupakan indikasi kurangnya kepercayaan warga terhadap pengelolaan dana OTSUS.

Menurut saya, sangat urgent bagi pejabat publik di daerah ini untuk meningkatkan kepercayaan publik dengan merespons pemberitaan media yang negatif itu. Tidak dapat dibiarkan. Karena itu adalah tugas dan fungsi pejabat publik. Salah satu kebijakan yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kepercayaan warga ialah dengan meningkatkan akuntabilitas penganggaran dana OTSUS.

Pada sisi belanja atau pennggunaan dana OTSUS, beberapa catatan yang perlu mendapat penekanan untuk diperbaiki, yaitu keterukuran kinerja, konsistensi, kepatuhan, efisiensi, partisipasi, transparansi, evaluasi anggaran, dan pemeriksaan anggaran.

Keterukuran kinerja. Peraturan mengharuskan pemerintah daerah menyusun anggaran atas basis kinerja. Mekanisme penganggaran ini dikenal sebagai Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) dimana setiap program dan kegiatan harus disertai indikator kinerja. Indikator keluaran (output) dan hasil (outcome) wajib dirumuskan dengan tegas dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Satuan kerja harus dapat menjamin bahwa indikator kinerja program dan kegiatan mereka tercapai dan dapat dijelaskan melalui evaluasi kinerja.   

Para Anggota Senat yang saya hormati,

Konsistensi.  Konsistensi mengisyaratkan agar kegiatan yang telah direncanakan mendapatkan alokasi anggaran, dan kegiatan sudah dianggarkan dilanjutkan dengan pelaksanaan. Konsistensi ini sering terabaikan dan perlu mendapat pengawasan dengan membangun sistem kontrol yang lebih efektif. Selain itu program dan kegiatan yang dibiayai dari dana OTSUS harus konsisten dengan amanat OTSUS, yaitu memajukan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengembangan ekonomi rakyat dengan target penerima manfaat Orang Asli Papua (OAP). Fenomena kemiskinan kelompok warga OAP di daerah pedalaman dan terisolir juga perlu secara konsisten disasar oleh program/kegiatan OTSUS.

Kepatuhan. Proses penyusunan anggaran wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan. BPK mencatat beberapa temuan ketidakpatuhan yang perlu dikoreksi dan diperhatikan9  seperti: dana OTSUS dialokasikan untuk PON XXII Papua[iii], satuan kerja pengguna dana OTSUS tidak menyusun Rencana Definitif yang diwajibkan10, hasil evaluasi program yang dibiayai OTSUS tidak disampaikan dan dilaporkan kepada DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP)[iv].

Efisiensi. Prinsip ini menjelaskan bahwa proses penganggaran harus hemat, dan komponen belanja yang tidak menyumbang capaian output harus dihindari. Mark-up harus dihilangkan. Untuk itu, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) wajib membangun sistem pengawasan anggaran, dan mengefektifkan penggunaan Standar Satuan Harga (SSH) dan Analisis Standar Belanja (ASB)[v] untuk semua kegiatan, termasuk yang dibiayai dana OTSUS.

Partisipasi. Partisipasi menghendaki agar proses penganggaran memberi ruang keterlibatan warga untuk mengusulkan program dan kegiatan yang mereka butuhkan. Dengan mengundang partisipasi warga, pemerintah daerah dapat menjaga kerjasama dengan warga, menurunkan rasa ketidakadilan dan konflik antar warga, serta meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah daerah11

Hadirin yang saya hormati,

Transparansi. Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dokumen publik yang wajib terbuka untuk diketahui publik. Termasuk Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) telah ditetapkan Kemendagri sebagai dokumen yang wajib diketahui warga. Anggaran kegiatan yang dirahasiakan hanya akan menimbulkan kecurigaan (untrust)12 kepada pemerintah. Sebaliknya, banyak studi telah menjelaskan bahwa transparansi anggaran berdampak pada peningkatan kepercayaan publik dan menjadi variabel mediasi dalam peningkatan kepuasan warga terhadap program yang dikerjakan pemerintah13,14.

Evaluasi anggaran.  Sebelum penetapan Perda tentang APBD, Kementrian Dalam Negeri mengevaluasi APBD Provinsi, dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua mengevaluasi APBD kabupaten dan kota. Evaluasi ini harus lebih diefektifkan dengan menganalisis aspek konsistensi, kepatuhan, efisiensi, partisipasi dan transparansi.

Pemeriksaan anggaran. Secara berkala, misalnya 2 tahun sekali Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas efektifitas proses penganggaran, yang antara lain dapat difokuskan pada penyusunan anggaran yang dibiayai dari sumber OTSUS.

Hadirin yang mulia,

Demikian secara singkat beberapa catatan yang saya tawarkan untuk lebih meningkatkan akuntabilitas penganggaran program dan kegiatan, dalam menyambut kehadiran transfer dana OTSUS periode kedua (tahun 2022 sampai dengan 2041). Semoga bermanfaat untuk diskusi akademik dan kebijakan publik Pemerintah Daerah di Provinsi Papua.

 

Dewan Guru Besar Uncen yang saya muliakan

Sebagai penutup pidato ini, tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang telah berjasa dalam karier dan pekerjaan saya, izinkan secara khusus saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka yang telah berperan langsung dalam proses pengusulan dan penetapan saya sebagai Guru Besar Universitas Cenderawasih.

Saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bapak Nadiem Anwar Makarim yang telah menetapkan Surat Keputusan Guru Besar saya. Bapak Rektor Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., MT, dan Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Dr. Mesak Iek, M.Si yang telah menyetujui pengusulan Guru Besar.

Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Rudi Tarumingkeng, Rektor Uncen yang menerima saya sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Hukum Ekonomi dan Sosial (FIHES) tahun 1981. Juga hormat saya untuk dua senior saya Drs. Soekrisno Daryatmoko dan Drs. Mapas Sitepu, M.Si (almarhum). Mereka berdua sangat berjasa dalam membentuk awal kinerja saya di Universitas ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Para Guru Besar, Senat Universitas Cenderawasih, Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Ketua Jurusan/Program Studi Akuntansi yang telah melapangkan pengusulan saya menjadi Guru Besar.

Kepada bapak dan ibu dosen serta rekan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberi dukungan saat pengusulan saya ucapkan terima kasih. Beberapa diantara mereka wajib saya sebutkan Prof. Dr. Kambuaya, Prof Dr. Yohanes Rante, dan Prof. Dr. Hasan Basri Umar, Prof. Arung Lamba, Dr. Oscar Wambrauw dan Robert Marbun, SE., M.Si. Dari Jurusan Akuntansi saya mendapat dukungan penuh dari semua rekan dosen diantaranya Dr. Syaiful Falah, Juliana Waromi, SE., M.Si, dan Christine Daat, SE., M.Si serta Kurniawan Fatma, SE., M.Si dan saudari Novi. Dari Magister Keuangan Daerah (MKD) saya mendapat dukungan dari Dr. Paulus Kombo Allolayuk, dan staf. Dari Program Magister Akuntansi (MAKSI) saya mendapat dukungan dari Ketua Program Dr. Meinarni Asnawi dan staf.  Dari Pusat Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah (Pusat KEUDA) saya didukung oleh Dr. Yundi Hafiz Rianda, Stefani, Dwi dan Destri. Kepada mereka semua saya ucapkan banyak terima kasih. Dukungan dan dorongan semua rekan tidak sia-sia.

Hadirin yang saya muliakan

Kepada Pemerintah Provinsi Daerah Papua yang memberi ruang bagi saya menimba pengalaman di bidang perencanaan dan keuangan daerah, saya ucapkan terima kasih. Secara khusus saya ingin menyampaikan terima kasih kepada rekan kerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD), dan Inspektorat Provinsi Papua, dan Komisi III DPRP Papua. Semua pengalaman itu sangat berguna bagi saya untuk menjembatani pemahaman warga kampus (akademik) dengan dunia nyata perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah. Saya ucapkan banyak terima kasih, secara khusus kepada Bapak Drs. Benyamin Arisoy, M.Si (Ketua Komisi III DPR Papua) yang terus membuka ruang diskusi untuk mendalami pengelolaan dana OTSUS Papua. 

Lembaga donor juga ikut mendukung dan memberi kesempatan bagi saya untuk memfasilitasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Papua. Melalui program lembaga donor saya menimba banyak pengalaman dari pemerintah daerah. Secara khusus saya ingin menyampaikan terima kasih kepada 4 lembaga donor yang intensif memberi dukungan yaitu Australian-Indonesia Partnership for Decentralization (AIPD), World Bank Jakarta, Support Office for Eastern Indonesia (SOfEI) dan Yayasan BaKTI yang berlokasi di Makassar.

Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua guru yang telah mendidik saya mulai dari tingkat sekolah dasar sampai SMA. Untuk dosen saya, ada tiga nama yang secara khusus ingin saya sebut karena dedikasi mereka dalam mendukung keberhasilan studi saya: Profesor WIM Poli PhD dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Profesor G.G. Meredith PhD Senior Lecturer University of New England in Armidale Australia, dan Profesor Muhammad Syafei Al Idrus PhD promotor saya pada program pendidikan doktor, Universitas Brawijaya.

Keluarga yang kekasih

Kedua orang tua saya Matius Salle dan Maria Siriwa yang telah melahirkan saya, ibu sambung saya Yenicke Bangka’ yang selalu mendoakan perjuangan studi dan kerja anak-anaknya. Mertua saya Drs. Simon Petrus Sipangka Longe dan Alma Kasese yang terlibat langsung membina dan mendewasakan keluarga, saya ucapkan banyak terima kasih. 

Istri tersayang Dra. Sophia Marchine Longe yang terus menyertai dan memotivasi saya dalam pendidikan, pekerjaan dan mengurus kepangkatan hingga mencapai Guru Besar ini. Terima kasih atas dedikasinya telah mengurus keluarga dan membesarkan anak-anak kita. Anak-anak saya tercinta, Tino dan Istrinya Dokter Helda yang telah melahirkan seorang cucu bagi kami Alvaro Tristan Salle, anak saya Dokter Susan serta anak saya Marsel. Mereka semua merupakan bagian tak terpisah dari hidup saya. Biarlah capaian yang disaksikan ini, dapat menjadi buah sulung di tengah perjuangan studi anak-anak dan cucu-cucu kekasih.

Hadirin yang mulia  

Di akhir pidato ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada keluarga yang mendahului saya ke Jayapura. Paman saya Frans Siriwa datang ke Jayapura tahun 1963, paman Matius Palangan datang tahun 1964, Yuli Siriwa tahun 1967, Nenek Yohana Siriwa dan Kansiana Salle tahun 1970. Lima orang inilah yang meminta saya tinggal di Kota Jayapura, dan menjadi dosen Universitas Cenderawasih sejak tahun 1981.

Mari bersama memajukan lembaga kita Universitas Cenderawasih

Terima kasih, Tuhan memberkati kita semua, tetap sehat. Shaloom

Jayapura, Kamis 20 Mei 2021

Hormat saya,

 

 

 

Prof. Dr. Drs. Agustinus Salle, M.Ec.

NIP   :1955 0808 198102 1 004

NIDN: 0008085507



[i] Kelanjutan transfer dana OTSUS Papua tahap kedua 2022 - 2041 telah disampaikan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian dalam Negeri, 11 Desember 2018 - https://tinyurl.com/ytecdvp5. Hal sama disampaikan Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 3 Desember 2020 - https://tinyurl.com/r9vudjpb. Pendapat BPK (2021) juga merekomendasikan kelanjutan Dana OTSUS - karena kedua provinsi di Papua masih sangat terbatas dalam kemandirian fiskal.

[ii] Hasil Evaluasi Program dan Kegiatan Dari Dana Otonomi Khusus Papua, periode 2013 - 2016. Pusat Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah, 2017.

[iii] Temuan BPK menjelaskan bahwa untuk TA 2018 dan 2019 sebagian DTI digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana PON XX. Penggunaan DTI untuk keperluan PON tersebut sudah melalui pembahasan dengan Bappenas.

[iv] Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pembagian Penerimaan Dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus, sebagaimana telah diubah dengan PERDASUS 13 Tahun 2016, mengatur bahwa setiap daerah melakukan evaluasi pelaksanaan program yang dibiayai dari Dana OTSUS yang laporannya disampaikan kepada Gubernur, DPR Papua dan MRP; namun dalam kenyataan institusi DPRP dan MRP tidak pernah mendapatkan laporan evaluasi.

[v] Standar Satuan Harga dan Analisis Standar Belanja wajib digunakan dalam penyusunan anggaran daerah, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Walau sudah diatur dengan PERKADA, SSH dan ASB belum efektif dipakai dalam penyusunan dokumen anggaran satuan kerja. 




BIBLIOGRAFI 

1.      Premchand, A. Revisiting Financial Accountability. in Public Budgeting in India 163–183 (Springer, 2018).

2.      The World Bank. Indonesia: Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) Assessment Report 2017. (2018).

3.      Keating, E. K. & Frumkin, P. Reengineering Nonprofit Financial Accountability: Toward a More Reliable Foundation for Regulation. Public Adm. Rev. 63, 3–15 (2003).

4.      Premchand, A. Public financial accountability. in Governance, corruption and public financial management 145–192 (1999).

5.      Halim, A. & Abdullah, S. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah. J. Akunt. Pemerintah 2, 53–64 (2010).

6.      Biswan, A. T. & Widianto, H. T. Peran Beyond Budgeting Entry Scan Untuk Mengatasi Permasalahan Penganggaran Sektor Publik. J. Akunt. Multiparadigma 10, 308–327 (2019).

7.      Shah, A. Local budgeting. Public sector governance and accountability series (2007).

8.      Isaksen, J. The budget process and corruption. U4 Issue Pap. 1–25 (2005).

9.      BPK RI. Pendapat BPK tentang pengelolaan dana otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat. (2021).

10.    BPK RI. Laporan Hasil Pemeriksaan Efektifitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua. (2019).

11.    Garrett, E. & Vermeule, A. Transparency in the Budget Process. (2006).

12.    Salle, A. Makna transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. J. KEUDA 1, (2016).

13.    Salle, A. Akuntabilitas Dana Otonomi Khusus Papua Berdasarkan Undang-Undang 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua, Disertasi Program Doktoral Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. (2011).

14.    Porumbescu, G. A. & Grimmelikhuijsen, S. 25 Years of Transparency Research: Evidence and Future Directions. Public Adm. Rev. 77, 32–44 (2017).