PIDATO
DISAMPAIKAN
PADA PENGUKUHAN JABATAN GURU BESAR DALAM BIDANG AKUNTANSI
SEKTOR PUBLIK PADA UNIVERSITAS CENDERAWASIH DI JAYAPURA PADA
HARI
KAMIS, TANGGAL 20 MEI 2021
OLEH PROF. DR.
DRS. AGUSTINUS SALLE, M.Ec
Syaloom, selamat siang. Apa
kabar? Semoga kita semua berada tetap dalam keadaan sehat.
·
Yang saya hormati Bapak Rektor Universitas
Cenderawasih
·
Yang saya hormati Dewan Guru Besar dan Senat
Universitas Cenderawasih
·
Yang saya hormati Gubernur dan Muspida
Provinsi Papua atau yang mewakili
·
Yang saya hormati Gubernur Provinsi
Papua Barat atau yang mewakili
·
Yang saya hormati para Dekan, dan Wakil
Dekan
·
Yang saya hormati Direktur dan Wakil
Direktur Program Pasca Sarjana
·
Yang saya hormati Ketua Program Studi Doktor
dan Magister
·
Yang saya hormati Para Dosen dan sivitas akademika
·
Yang saya kasihi Para Mahasiswa Universitas
Cenderawasih
·
Para tamu undangan, rekan sejawat, kawan
seprofesi, dan seluruh keluarga yang berbahagia.
Sebelum
lanjut dengan pidato ini, saya ingin menyampaikan selamat Idhulfitri, 1442 H.
Mohon maaf lahir dan bathin.
Pertama-tama
marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadapan Allah Sang Pengasih yang telah menjaga
hidup kita dan terus memberi kekuatan dan kesehatan sehingga dapat hadir dalam acara Sidang Senat Terbuka Universitas Cenderawasih untuk Pengukuhan tiga orang Guru Besar.
Mengawali pidato ini,
saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Rektor dan Senat Universitas Cenderawasih yang telah memberi
kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar dalam
bidang Ilmu Akuntansi Sektor Publik
pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Cenderawasih.
Pidato yang sampaikan ini berjudul: Akuntabilitas Keuangan Dana Otonomi
Khusus Papua: Instrumen Penganggaran.
Bapak Rektor dan Anggota Senat yang saya
hormati,
Mengantar pidato ini,
saya ingin menjelaskan latar belakang pemilihan judul dan ruang lingkup
bahasan. Tentang latar belakang, ingin saya sampaikan bahwa pengelolaan dana
Otonomi Khusus Papua telah menarik banyak perhatian publik sejak ditransfer
pertama kali pada tahun 2002. Diskusi perihal dana OTSUS mulai menarik banyak perhatian
publik pada periode pertama, yaitu tahun 2002 sampai 2021, dan diperkirakan isu
yang sama akan berlanjut ke periode kedua, tahun 2022 sampai 2041[i].
Tentang ruang
lingkup, pidato ini saya batasi pada hasil pengamatan transfer dana OTSUS
periode pertama, dan memberi penilaian untuk perbaikan akuntabilitas keuangan
dengan penekanan pada tahap penganggaran.
Hadirin
yang saya muliakan
Pengaturan transfer
dana OTSUS Papua ditetapkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pasal tersebut mengatur dua jenis
dana yang ditransfer ke Provinsi Papua, yaitu dana yang besarnya dihitung
setara 2 (dua) persen dari Dana Alokasi Umum Nasional (DAU), yang dikenal
sebagai Dana Otonomi Khusus (DOK) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI). Kedua
jenis dana ini ditransfer dalam skema Block Grant, artinya pengelolaan
dana sepenuhnya diserahkan kepada Provinsi Papua. Pengawasan tetap dilakukan
secara terbatas oleh Pemerintah Pusat.
Sejak pemekaran Provinsi
Papua Barat, pada tahun 2008, Pemerintah membagi dana DOK, yaitu 70 persen
untuk Provinsi Papua dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat. Dana Tambahan
Infrastruktur dibagikan Pemerintah Pusat sesuai kebutuhan pembangunan
infrastruktur di kedua provinsi ini.
Dari data Dirjen
Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah (BPKAD) Provinsi Papua, total penerimaan dana OTSUS yang ditransfer untuk
kedua provinsi ini, selama periode tahun 2002 sampai 2021 sebesar Rp.138,65
triliun. Khusus untuk Provinsi Papua total dana OTSUS yang ditransfer sebesar Rp.100,88
triliun, terdiri dari DOK Rp.76,58 triliun atau 76 persen dan Dana Tambahan Infrastruktur
sebesar Rp.24,61 triliun atau 24 persen (Tabel 1).
Bila diperhatikan, penerimaan
dari sumber OTSUS menyumbang[ii]
sekitar 65 persen dalam total pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Papua,
sedangkan dalam APBD kabupaten/kota, sumber OTSUS menyumbang antara 12 sampai
15 persen.
Rektor dan Anggota Senat yang saya
hormati,
Akuntabilitas keuangan, sebagai terjemahan dari financial
accountability, sudah mendapat banyak perhatian peneliti dan pembuat
kebijakan publik. Fokus perhatian peneliti dalam studi akuntabilitas keuangan ialah
pada aspek kualitas pengelolaan uang publik, yaitu bagaimana dana publik
dikelola oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah1–3. Di sisi lain pembuat kebijakan publik yang
berada pada tataran regulasi, mengatur bagaimana pengelolaan keuangan publik
agar bermanfaat, efektif, efisien, transparan, partisipatif, taat aturan, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dari pengantar
singkat tentang akuntabilitas keuangan di atas, saya mengajak hadirin untuk menganalisis
akuntabilitas keuangan Dana OTSUS Papua, dengan menggunakan instrumen anggaran (budgeting).
Instrumen anggaran merupakan salah satu dari tiga instrumen akuntabilitas
keuangan1,4. Dua instrumen lainnya
adalah akuntansi (accounting), dan pemeriksaan (auditing).
Saya mengajak hadirin
fokus pada instrumen penganggaran, karena dua alasan. Alasan pertama, karena alokasi
dan penggunaan dana ditetapkan pada tahap penganggaran. Kesalahan dalam
mengalokasikan dana dapat berdampak negatif dalam keseluruhan kinerja
pemerintah daerah. Bila proses anggaran bermasalah, dapat dipastikan keluaran atau
output, hasil atau outcome, serta dampak atau impact tidak dikenali dan
dirasakan masyarakat. Alasan kedua, sejumlah hasil penelitian telah menjelaskan
bahwa proses penganggaran potensil menimbulkan masalah keagenan dan moral
hazard5–7, dimana pejabat publik
menemukan banyak peluang untuk tindakan fraud yang kemudian dieksekusi
pada fase pelaksanaan anggaran8. Penganggaran yang
bermasalah antara lain dapat dikenali pada kurangnya respons terhadap kebutuhan
warga, rendahnya partisipasi, kurangnya transparansi publik dan pemborosan6,8.
Para Anggota Senat yang saya hormati,
Dokumen anggaran atau
APBD terdiri atas dua sisi: sisi penerimaan yang memuat target pendapatan dan
sisi pengeluaran yang mencatat target belanja. Pada sisi penerimaan tercatat semua
jenis pendapatan, termasuk penerimaan transfer dari sumber OTSUS. Pada sisi pengeluaran
tercatat alokasi atau penggunaan dana OTSUS.
Pada sisi penerimaan,
tercantum besaran transfer Dana OTSUS yang diterima dalam skema block grant.
Dalam skema block grant, Provinsi
Papua menerima transfer dana yang pengelolaan dan pertanggungjawaban sepenuhnya
berada dalam kuasa Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Dalam pelaksanaannya, skema
block grant ini mencatat dua masalah. Pertama, dengan kurangnya pengawasan
Pemerintah Pusat menyebabkan proses pembagian dan pengalokasian dana untuk program
dan kegiatan OTSUS kurang efektif. Kedua, dominasi Pemerintah Daerah Provinsi
Papua dalam pengelolaan dana OTSUS menciptakan kurangnya partisipasi dan
komunikasi antara Pemerintah Provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota,
hal mana berakibat pada beda pendapat tentang pengelolaan dana OTSUS. Skema Block
Grant ini perlu ditinjau kembali dalam fase kedua transfer Dana OTSUS -
misalnya dengan menggabungkan skema Matching Grant yang dikenal dalam
transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) dan skema Block Grant yang sudah
berjalan.
Para Anggota Senat yang saya hormati,
Sisi belanja atau
penggunaan dana OTSUS banyak mendapat sorotan publik. Kita sering mendengar berita
media yang bernada sinis tentang uang itu, seperti “kami tidak menikmati dana
itu” atau “dana itu hanya dikorupsi pejabat”. Pemberitaan media seperti ini
merupakan indikasi kurangnya kepercayaan warga terhadap pengelolaan dana OTSUS.
Menurut saya, sangat
urgent bagi pejabat publik di daerah ini untuk meningkatkan kepercayaan publik dengan
merespons pemberitaan media yang negatif itu. Tidak dapat dibiarkan. Karena itu
adalah tugas dan fungsi pejabat publik. Salah satu kebijakan yang dapat
ditempuh untuk memperbaiki kepercayaan warga ialah dengan meningkatkan
akuntabilitas penganggaran dana OTSUS.
Pada sisi belanja
atau pennggunaan dana OTSUS, beberapa catatan yang perlu mendapat penekanan
untuk diperbaiki, yaitu keterukuran kinerja, konsistensi, kepatuhan, efisiensi,
partisipasi, transparansi, evaluasi anggaran, dan pemeriksaan anggaran.
Keterukuran kinerja. Peraturan mengharuskan pemerintah daerah menyusun
anggaran atas basis kinerja. Mekanisme penganggaran ini dikenal sebagai Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK) dimana setiap program dan kegiatan harus disertai
indikator kinerja. Indikator keluaran (output) dan hasil (outcome) wajib dirumuskan
dengan tegas dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Satuan kerja harus dapat
menjamin bahwa indikator kinerja program dan kegiatan mereka tercapai dan dapat
dijelaskan melalui evaluasi kinerja.
Para Anggota Senat yang saya hormati,
Konsistensi. Konsistensi
mengisyaratkan agar kegiatan yang telah direncanakan mendapatkan alokasi anggaran,
dan kegiatan sudah dianggarkan dilanjutkan dengan pelaksanaan. Konsistensi ini
sering terabaikan dan perlu mendapat pengawasan dengan membangun sistem kontrol
yang lebih efektif. Selain itu program dan kegiatan yang dibiayai dari dana
OTSUS harus konsisten dengan amanat OTSUS, yaitu memajukan pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, pengembangan ekonomi rakyat dengan target penerima
manfaat Orang Asli Papua (OAP). Fenomena kemiskinan kelompok warga OAP di
daerah pedalaman dan terisolir juga perlu secara konsisten disasar oleh
program/kegiatan OTSUS.
Kepatuhan. Proses penyusunan
anggaran wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan. BPK mencatat
beberapa temuan ketidakpatuhan yang perlu dikoreksi dan diperhatikan9 seperti: dana OTSUS dialokasikan untuk PON XXII Papua[iii],
satuan kerja pengguna dana OTSUS tidak menyusun Rencana Definitif yang
diwajibkan10, hasil evaluasi program
yang dibiayai OTSUS tidak disampaikan dan dilaporkan kepada DPR Papua dan
Majelis Rakyat Papua (MRP)[iv].
Efisiensi. Prinsip ini menjelaskan bahwa proses
penganggaran harus hemat, dan komponen belanja yang tidak menyumbang capaian
output harus dihindari. Mark-up harus dihilangkan. Untuk itu, Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) wajib membangun sistem pengawasan anggaran,
dan mengefektifkan penggunaan Standar Satuan Harga (SSH) dan Analisis Standar
Belanja (ASB)[v]
untuk semua kegiatan, termasuk yang dibiayai dana OTSUS.
Partisipasi. Partisipasi menghendaki agar proses
penganggaran memberi ruang keterlibatan warga untuk mengusulkan program dan
kegiatan yang mereka butuhkan. Dengan mengundang partisipasi warga, pemerintah
daerah dapat menjaga kerjasama dengan warga, menurunkan rasa ketidakadilan dan
konflik antar warga, serta meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah daerah11.
Transparansi. Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dokumen
publik yang wajib terbuka untuk diketahui publik. Termasuk Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) telah ditetapkan Kemendagri sebagai dokumen yang wajib diketahui
warga. Anggaran kegiatan yang dirahasiakan hanya akan menimbulkan kecurigaan (untrust)12 kepada pemerintah. Sebaliknya,
banyak studi telah menjelaskan bahwa transparansi anggaran berdampak pada
peningkatan kepercayaan publik dan menjadi variabel mediasi dalam peningkatan kepuasan
warga terhadap program yang dikerjakan pemerintah13,14.
Evaluasi anggaran. Sebelum penetapan
Perda tentang APBD, Kementrian Dalam Negeri mengevaluasi APBD Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Provinsi Papua mengevaluasi APBD kabupaten dan kota. Evaluasi ini harus lebih
diefektifkan dengan menganalisis aspek konsistensi, kepatuhan, efisiensi,
partisipasi dan transparansi.
Pemeriksaan anggaran. Secara berkala, misalnya 2 tahun sekali Badan
Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas efektifitas proses penganggaran,
yang antara lain dapat difokuskan pada penyusunan anggaran yang dibiayai dari
sumber OTSUS.
Hadirin yang mulia,
Demikian secara singkat beberapa catatan yang saya tawarkan untuk lebih meningkatkan
akuntabilitas penganggaran program dan kegiatan, dalam menyambut kehadiran transfer
dana OTSUS periode kedua (tahun 2022 sampai dengan 2041). Semoga bermanfaat
untuk diskusi akademik dan kebijakan publik Pemerintah Daerah di Provinsi
Papua.
Dewan Guru
Besar Uncen yang saya muliakan
Sebagai penutup pidato ini, tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua
pihak yang telah berjasa dalam karier dan pekerjaan saya, izinkan secara khusus
saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka yang telah berperan
langsung dalam proses pengusulan dan penetapan saya sebagai Guru Besar
Universitas Cenderawasih.
Saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bapak Nadiem Anwar Makarim yang
telah menetapkan Surat Keputusan Guru Besar saya. Bapak Rektor Dr. Ir. Apolo
Safanpo, ST., MT, dan Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Dr. Mesak Iek, M.Si
yang telah menyetujui pengusulan Guru Besar.
Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Rudi
Tarumingkeng, Rektor Uncen yang menerima saya sebagai dosen pada Fakultas Ilmu
Hukum Ekonomi dan Sosial (FIHES) tahun 1981. Juga hormat saya untuk dua senior
saya Drs. Soekrisno Daryatmoko dan Drs. Mapas Sitepu, M.Si (almarhum). Mereka berdua
sangat berjasa dalam membentuk awal kinerja saya di Universitas ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Para Guru Besar, Senat Universitas
Cenderawasih, Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Ketua Jurusan/Program Studi
Akuntansi yang telah melapangkan pengusulan saya menjadi Guru Besar.
Kepada bapak dan ibu dosen serta rekan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis
yang telah memberi dukungan saat pengusulan saya ucapkan terima kasih. Beberapa
diantara mereka wajib saya sebutkan Prof. Dr. Kambuaya, Prof Dr. Yohanes Rante,
dan Prof. Dr. Hasan Basri Umar, Prof. Arung Lamba, Dr. Oscar Wambrauw dan
Robert Marbun, SE., M.Si. Dari Jurusan Akuntansi saya mendapat dukungan penuh
dari semua rekan dosen diantaranya Dr. Syaiful Falah, Juliana Waromi, SE.,
M.Si, dan Christine Daat, SE., M.Si serta Kurniawan Fatma, SE., M.Si dan
saudari Novi. Dari Magister Keuangan Daerah (MKD) saya mendapat dukungan dari
Dr. Paulus Kombo Allolayuk, dan staf. Dari Program Magister Akuntansi (MAKSI)
saya mendapat dukungan dari Ketua Program Dr. Meinarni Asnawi dan staf. Dari Pusat Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah
(Pusat KEUDA) saya didukung oleh Dr. Yundi Hafiz Rianda, Stefani, Dwi dan
Destri. Kepada mereka semua saya ucapkan banyak terima kasih. Dukungan dan
dorongan semua rekan tidak sia-sia.
Hadirin
yang saya muliakan
Kepada Pemerintah Provinsi Daerah Papua yang memberi ruang bagi saya
menimba pengalaman di bidang perencanaan dan keuangan daerah, saya ucapkan
terima kasih. Secara khusus saya ingin menyampaikan terima kasih kepada rekan
kerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pengelola
Keuangan Daerah (BPKAD), dan Inspektorat Provinsi Papua, dan Komisi III DPRP
Papua. Semua pengalaman itu sangat berguna bagi saya untuk menjembatani
pemahaman warga kampus (akademik) dengan dunia nyata perencanaan dan pengelolaan
keuangan daerah. Saya ucapkan banyak terima kasih, secara khusus kepada Bapak Drs.
Benyamin Arisoy, M.Si (Ketua Komisi III DPR Papua) yang terus membuka ruang
diskusi untuk mendalami pengelolaan dana OTSUS Papua.
Lembaga donor juga ikut mendukung dan memberi kesempatan bagi saya untuk
memfasilitasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Papua. Melalui
program lembaga donor saya menimba banyak pengalaman dari pemerintah daerah.
Secara khusus saya ingin menyampaikan terima kasih kepada 4 lembaga donor yang
intensif memberi dukungan yaitu Australian-Indonesia Partnership for
Decentralization (AIPD), World Bank Jakarta, Support Office for Eastern
Indonesia (SOfEI) dan Yayasan BaKTI yang berlokasi di Makassar.
Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua guru yang telah
mendidik saya mulai dari tingkat sekolah dasar sampai SMA. Untuk dosen saya,
ada tiga nama yang secara khusus ingin saya sebut karena dedikasi mereka dalam
mendukung keberhasilan studi saya: Profesor WIM Poli PhD dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Hasanuddin, Profesor G.G. Meredith PhD Senior Lecturer University
of New England in Armidale Australia, dan Profesor Muhammad Syafei Al Idrus PhD
promotor saya pada program pendidikan doktor, Universitas Brawijaya.
Keluarga yang kekasih
Kedua orang tua saya Matius Salle dan Maria Siriwa yang telah melahirkan
saya, ibu sambung saya Yenicke Bangka’ yang selalu mendoakan perjuangan studi
dan kerja anak-anaknya. Mertua saya Drs. Simon Petrus Sipangka Longe dan Alma
Kasese yang terlibat langsung membina dan mendewasakan keluarga, saya ucapkan
banyak terima kasih.
Istri tersayang Dra. Sophia Marchine Longe yang terus menyertai dan
memotivasi saya dalam pendidikan, pekerjaan dan mengurus kepangkatan hingga
mencapai Guru Besar ini. Terima kasih atas dedikasinya telah mengurus keluarga
dan membesarkan anak-anak kita. Anak-anak saya tercinta, Tino dan Istrinya
Dokter Helda yang telah melahirkan seorang cucu bagi kami Alvaro Tristan Salle,
anak saya Dokter Susan serta anak saya Marsel. Mereka semua merupakan bagian
tak terpisah dari hidup saya. Biarlah capaian yang disaksikan ini, dapat
menjadi buah sulung di tengah perjuangan studi anak-anak dan cucu-cucu kekasih.
Hadirin yang mulia
Di akhir pidato ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada keluarga
yang mendahului saya ke Jayapura. Paman saya Frans Siriwa datang ke Jayapura
tahun 1963, paman Matius Palangan datang tahun 1964, Yuli Siriwa tahun 1967,
Nenek Yohana Siriwa dan Kansiana Salle tahun 1970. Lima orang inilah yang
meminta saya tinggal di Kota Jayapura, dan menjadi dosen Universitas
Cenderawasih sejak tahun 1981.
Mari bersama memajukan lembaga kita Universitas Cenderawasih
Terima kasih, Tuhan memberkati kita semua, tetap sehat. Shaloom
Jayapura, Kamis 20 Mei 2021
Hormat saya,
Prof. Dr. Drs. Agustinus Salle, M.Ec.
NIP :1955 0808 198102 1 004
NIDN: 0008085507
[i]
Kelanjutan transfer
dana OTSUS Papua tahap kedua 2022 - 2041 telah disampaikan Dirjen Otonomi
Daerah Kementerian dalam Negeri, 11 Desember 2018 - https://tinyurl.com/ytecdvp5. Hal sama
disampaikan Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 3 Desember 2020 - https://tinyurl.com/r9vudjpb. Pendapat BPK (2021)
juga merekomendasikan kelanjutan Dana OTSUS - karena kedua provinsi di Papua
masih sangat terbatas dalam kemandirian fiskal.
[ii]
Hasil Evaluasi
Program dan Kegiatan Dari Dana Otonomi Khusus Papua, periode 2013 - 2016. Pusat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah, 2017.
[iii]
Temuan BPK menjelaskan bahwa untuk TA 2018 dan 2019
sebagian DTI digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana PON XX.
Penggunaan DTI untuk keperluan PON tersebut sudah melalui pembahasan dengan
Bappenas.
[iv] Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 25 Tahun
2013 tentang Pembagian Penerimaan Dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus,
sebagaimana telah diubah dengan PERDASUS 13 Tahun 2016, mengatur bahwa setiap
daerah melakukan evaluasi pelaksanaan program yang dibiayai dari Dana OTSUS
yang laporannya disampaikan kepada Gubernur, DPR Papua dan MRP; namun dalam
kenyataan institusi DPRP dan MRP tidak pernah mendapatkan laporan evaluasi.
[v] Standar Satuan Harga dan Analisis Standar Belanja wajib digunakan dalam penyusunan anggaran daerah, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Walau sudah diatur dengan PERKADA, SSH dan ASB belum efektif dipakai dalam penyusunan dokumen anggaran satuan kerja.
BIBLIOGRAFI
1. Premchand, A.
Revisiting Financial Accountability. in Public Budgeting in India
163–183 (Springer, 2018).
2. The World Bank. Indonesia:
Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) Assessment Report 2017.
(2018).
3. Keating, E. K.
& Frumkin, P. Reengineering Nonprofit Financial Accountability: Toward a
More Reliable Foundation for Regulation. Public Adm. Rev. 63,
3–15 (2003).
4. Premchand, A.
Public financial accountability. in Governance, corruption and public
financial management 145–192 (1999).
5. Halim, A. &
Abdullah, S. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah. J. Akunt.
Pemerintah 2, 53–64 (2010).
6. Biswan, A. T.
& Widianto, H. T. Peran Beyond Budgeting Entry Scan Untuk Mengatasi
Permasalahan Penganggaran Sektor Publik. J. Akunt. Multiparadigma 10,
308–327 (2019).
7. Shah, A. Local
budgeting. Public sector governance and accountability series
(2007).
8. Isaksen, J. The
budget process and corruption. U4 Issue Pap. 1–25 (2005).
9. BPK RI. Pendapat
BPK tentang pengelolaan dana otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat.
(2021).
10. BPK RI. Laporan
Hasil Pemeriksaan Efektifitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua.
(2019).
11. Garrett, E. &
Vermeule, A. Transparency in the Budget Process. (2006).
12. Salle, A. Makna
transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. J. KEUDA 1,
(2016).
13. Salle, A.
Akuntabilitas Dana Otonomi Khusus Papua Berdasarkan Undang-Undang 21 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus Papua, Disertasi Program Doktoral Manajemen, Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya. (2011).
14. Porumbescu, G. A.
& Grimmelikhuijsen, S. 25 Years of Transparency Research: Evidence and
Future Directions. Public Adm. Rev. 77, 32–44 (2017).